BeritaPengumumanUmum

Kampung Glintung Water Street (RW.05 Kel.Purwantoro) Layak Jadi Tempat Studi Banding Ketahanan Pangan

Kampung Glintung Water Street Layak Jadi Tempat Studi Banding Ketahanan Pangan

Banyak cara yang dilakukan Kampung Tematik untuk mengenalkan potensi wisata di daerahnya mulai dari pembuatan brosur, pemberitaan melalui media massa atau informasi yang diperolah dari mulut ke mulut. Orang Jawa biasa menyebutnya gethok tular.

Melalui informasi – informasi yang diperoleh sehingga menarik pengunjung untuk datang ke destinasi wisata tersebut. Bahkan tidak jarang dari pengunjung untuk melakukan studi banding. Studi banding merupakan sebuah konsep belajar yang dilakukan di lokasi dan lingkungan berbeda untuk maksud peningkatan mutu, perbaikan sistem dan penentuan kebijakan baru.

Seperti yang terjadi di Kampung Glintung Water Streat atau orang mengenalnya dengan sebutan GWS. Sebuah kampung yang dulu bernama Sumber Mili dan berevolusi menjadi Kampung GWS mulai tahun 2019 dengan Surat Keputusan (SK) dari Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Malang ini mengusung konsep Urban Farming yakni konsep pertanian di lingkungan perkotaan dan tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman organik.

Sebelumnya kampung yang berada di Jalan Letjen S Parman Gang 1, Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing ini adalah langganan banjir. Berkat tangan dingin Ageng Wijaya Kusuma, penggagas GWS sekaligus Ketua RW 05, Kampung Glintung mampu disulap menjadi kampung ramah lingkungan dengan penanaman komoditi sayur-mayur berupa terong, lombok dan tomat. Tidak mengherankan Kampung yang pernah menerima penghargaan Program Kampung Iklim (Proklim) tahun 2019 dari Gubernur Jawa Timur ini kedatangan tamu dari Kabupaten Sidoarjo dan Kota Pasuruan.

“Hari ini kami kedatangan tamu dari Desa Tebel Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo dan Kecamatan Pohjentrek Kota Pasuruan. Mereka datang dengan mengendarai masing-masing 1 (satu) bus. Tujuan mereka adalah studi banding ke GWS dan ke Kampung Glintung Go Green (3G) untuk belajar penataan lingkungan” ujar pengagas GWS, Ageng Wijaya Kusuma saat dihubungi via telepon seluler. Minggu (1/12/2019).

Pria yang biasa disapa Ageng ini menjelaskan Urban Farming menerapkan edukasi tentang perikanan dan pertanian perkotaan. Untuk perikanan, yang diutamakan adalah budidaya lele dengan pengelolaan air yang bersumber dari air hujan.

Tak banyak perkampungan di Kota Malang yang mampu mengimplementasikan pertanian di wilayahnya. Selain faktor kepadatan penduduk juga harga tanah di Kota Malang mencekik leher. Namun GWS dengan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki dan kerjasama serta gotong-royong dari semua lini baik bapak-bapak, ibu-ibu PKK dan karang taruna mampu membuktikan bahwa dilahan yang sempit dan daerah langganan banjir dapat menjadi sebuah kampung dengan inovasi ketahanan pangan. Patut diapresiasi dan diacungi jempol.

“Bapak Ibu Kepala Desa Tebel Kecamatan Gedangan sangat senang dan antusias berada di kampung kami dan ingin menerapkan konsep yang kami usung di desanya. Kami sangat bangga apabila kampung kami dapat menginspirasi kampung lain dan dapat memberi manfaat,” tambah Ageng.

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *