Berita

Model Pembangunan Pertanian Kawasan ala 3G (Glintung Go Green)

Kalau ada kampung di perkotaan yang menarik perhatian Kemkominfo, Kemdiknas, Universitas Brawijaya, bahkan juga Universitas Tokyo Jepang, LSM dari Colombia dan staf Bank Dunia di Indonesia, itulah RW 23, Kel. Purwantoro, Kec. Blimbing, Kota Malang.

Gerakan yang mereka sebut 3G (Glintung Go Green), efektif baru berumur dua tahun, namun terus bergerak maju dan mengukir pretasi. Di antaranya juara satu “Kampoeng Hijau” sekota Malang 2014.

“Garapan aspek sosialnya lebih penting daripada fisiknya”, tegas Ketua RW 23, Ir. Bambang Irianto, “Sebagaimana lagu Indonesia Raya, hiduplah jiwanya, hiduplah badannya, dari situlah konsep gerakan ini dimulai”.

Gayung bersambut, pendamping dari BPTP Jatim, Saiful Hosni, SP., sejak awal sudah menekankan di depan rapat warga, “Jika gerakan ini berorientasi kepada lomba, maka saya akan pulang atau saya minta honor. Tetapi jika ini kehendak warga yang ingin membangun kampungnya, maka kita akan all out”, tegasnya bersemangat.

Gerakan yang sifatnya buttom up dan swadaya itu, pelan tapi pasti terus bergerak maju. Partisipasi warga pun tumbuh dengan sendirinya. Di wilayah ini kerja bakti tidak mengenal waktu siang atau malam. Di tengah mereka tumbuh apa yang mereka sebut “Suku Dalu”, yaitu sekelompok warga yang secara khusus melakukan kerja bakti di malam hari.

“Warga diberi kebebasan untuk berkreasi”, jelas Irianto, “baik teknik yang akan diterapkan maupun penataannya. Kita hanya tinggal memberi arahan yang diputuskan secara musyawarah dalam pertemuan warga maupun di lapangan”.

“Yang paling ditekankan adalah kemandirian, meski konsekuensinya gerakan menjadi perlahan. Ga masalah, yang penting terus ada progres. Kita tidak mau warga dimanjakan oleh bantuan. Karena faktanya sejak dulu, gerakan semacam itu hanya bergerak di awal, lalu bubar setelah bantuan dihentikan”, tegas Pak RW 23 sambil tersenyum penuh makna. (SH)

Sumber : Kategori: Info Aktual | Kamis, 05 Februari 2015 01:29 |http://jatim.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita/info-aktual/794-model-pembangunan-pertanian-kawasan-ala-3gbagian-1

Pembangunan yang menuntut partisipasi warga adalah model paling mutakhir yang diajukan para ahli. Gerakan pertanian yang oleh warga RW 23, Kel. Purwantoro, Kec. Blimbing, Kota Malang, disebut 3G (Glintung Go Green) barangkali dapat menjadi contoh yang baik.

Meski lokasinya di perkotaan, tetapi karena metode yang diterapkan bersifat prinsipil, maka dapat menjadi pembelajaran bagi pembangunan pada umumnya, khususnya di bidang pertanian.

Kita dapat menggali lebih jauh, faktor apa saja yang menjadi kunci sukses 3G ini, langsung dari penggeraknya, Ketua RW 23, Ir. Bambang Irianto. Sang penggerak, lulusan sarjana pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 1982 ini menjelaskan, “Kunci sukses pembangunan yang pertama adalah komitmen pimpinan. Fungsi pimpinan. Contoh saya sebagai Ketua RW, yang menurut kebi­asaan hanya mela­yani keperluan administrasi kependudukan masyarakat semata, menurut hemat saya harus lebih dari itu. Melihat persoalan yang dialami masyarakat, saya mencoba menempat­kan diri selaku manajer wilayah. Oleh karena itu, tugas saya adalah membangun bersama masyarakat.”

“Kedua, gerakan pembangunan harus tumbuh dari bawah (buttom up) dan disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan warga. Oleh karena itulah, beberapa kegiatan yang dianjurkan Pemkot Malang, tetapi tidak sesuai dengan kebutuhn warga, tidak kita terapkan. Ini kita putuskan berdasarkan hasil musyawarah warga.”

“Ketiga, warga harus diyakinkan untuk tidak menjadikan dana sebagai penghambat utama dan tidak menggantungkan diri kepada bantuan pemerintah. Tentu kita tidak menolak kalau ada bantuan. Namun kita wanti-wanti bahwa bantuan itu harus dipertanggungjawabkan dengan hasil yang sesuai.”

“Keempat, gerakan harus melibatkan seluruh warga, betapa pun sulitnya. Di awal gerakan, jika 10% saja warga berpartisipasi aktif, itu sudah luar biasa. Kita juga tidak boleh meninggalkan begitu saja warga yang sinisme terhadap gerakan. Secara perlahan, mereka kita dekati dengan berbagai cara.”

Wah, itu rupanya yang belum sepenuhnya mampu kita terapkan, ya Pak! (SH)

Sumber : Kategori: Info Aktual | Jumat, 06 Februari 2015 06:22| http://jatim.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita/info-aktual/794-model-pembangunan-pertanian-kawasan-ala-3gbagian-2

Dalam berita sebelumnya, kita baru memperoleh penjelasan kunci sukses pembangunan pada aspek-aspek normatif. Kali ini kita akan menyimak penjelasan penggerak 3G ini, yaitu Ketua RW 23, Kel. Purwantoro, Kec. Blimbing, Kota Malang, Ir. Bambang Irianto, yang lebih riil sekaligus canggih. Salah satu wilayah binaan BPTP Jatim ini, kini mulai menorehkan prestasi pada tingkat Kota Malang, sebagai juara satu “Kampoeng Hijau” (2014).

Irianto, bapak dari 3 orang anak ini, pernah memperoleh penghargaan sebagai “Kader Penggerak Lingkungan” dari Wali kota Malang tahun lalu. Sambil mendampingi warga yang kerja bakti, dijelaskannya beberapa hal yang lebih cangggih yang menentukan kesuksesan 3G.

“Semua gerakan pembangunan tidak boleh parsial, harus komperhensip. Bersama warga yang kita anggap mampu serta pendamping dari BPTP Jatim, kita menyusun konsep 3G secara tertulis. Semacam Rencana Strategis (Renstra) gitu. Dalam hal ini memang kita tidak mengajak semua warga. Setelah dijabarkan ke dalam bentuk yang lebih operasional, baru disosialisasikan kepada warga. Nah saat itu, warga boleh memberi masukan. Perlu juga dicatata, bahwa Renstra itu baru disusun setelah gerakan berlangsung sekitar satu tahun. Betapa pun juga warga perlu acuan tertulis yang dapat dilihat bersama-sama”

“Jadi, 3G bukan semata gerakan pertanian atau penghijauan semata, melainkan juga memperhatikan faktor-fakor lain yang secara keseluruhan mengakomodasi kebutuhan warga. Dalam gerakan 3G, selain ada kegiatan bercocok tanam atau penghijauan, ada juga pembuatan biopori, sumur injeksi, pembentukan koperasi, pembinaan kader lingkungan cilik, pendirian TPQ, pengelolaan sampah, dan masih banyak lagi lainnya.”

“Kegiatan penghijauan atau bercocok tanam, tidak boleh kita biarkan berdiri sendiri, karena pasti kait mengkait dengan faktor lain, termasuk unsur manusinya, yang secara keseluruhan adalah bagian tak terpisahkan dari gerakan 3G”.

“Yang tidak kalah pentingnya adalah, bagaimana meyakinkan dan mendorong warga agar kegiatan ini mengarah ke manfaat yang riil. Tegasnya, manfaat ekonomi. Sebab, pada umumnya manfaat kesehatan lingkungan yang kita dengungkan misalnya, biasanya tak bertahan lama, akan ada masa jenuhnya. Konsekuensinya bisa berdampak kepada keberlanjutan gerakan.”

“Oleh karena itulah, dalam konsep 3G, manfaat ekonomi dalam jangka menengah-panjang juga kita canangkan. Saat ini kami sudah mulai panen kunjungan berbayar. Kita mau arahkan kawasan ini menjadi destinasi wisata edukasi kampung perkotaan. Kita sudah menyiapkan rumah warga untuk penginapan, ojek wisata, bahkan sudah bekerjasama dengan travel Jakarta dan Bali.”

“Program bernuansa proyek, akan cenderung terburu-buru, malah ada yang sulapan. Jelas, sudah bukan masanya lagi saat ini”, tuturnya menutup pembicaraan.

Konfirmasi kepada pendamping dari BPTP Jatim, Saiful Hosni, SP., menjelaskan, “Saya sebagai pendamping hanya memberi bimbingan teknis, membantu memberi masukan dalam perencanaan, menemani warga bekerja bakti, memotivasi, menyelami dinamika suasana lahir-batin warga, bergaul dengan mereka, dan hal-hal lain yang tidak mungkin dikerjakan oleh warga. Sangatlah penting seorang pendamping selalu hadir di sisi warga dampingannya. Nah, ‘selalu hadirnya’ pendamping ini saat ini mulai sulit kita temui. Entah mengapa. Hanya itu“, tegasnya singkat. (SH).

Sumber : Kategori: Info Aktual | Senin, 09 Februari 2015 02:03 |http://jatim.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita/info-aktual/794-model-pembangunan-pertanian-kawasan-ala-3gbagian-3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *